Selamat datang di situs resmi Pengadilan Tinggi Banten   Klik untuk mendengarkan teks yang sudah di blok Selamat datang di situs resmi Pengadilan Tinggi Banten Pendukung Untuk Pengguna Difabel

Articles in Category: Artikel

Pengaruh Pemimpin dalam Pengembangan Organisasi

on Friday, 28 November 2025. Posted in Artikel

Pengaruh Pemimpin dalam Pengembangan Organisasi

 

Oleh :  Dr. Suharjono, S.H., M.Hum.

Ketua Pengadilan Tinggi Banten

 

    Dalam suatu organisasi, terdapat dua variabel penting dalam tata kelola organisasi. Dalam tata kelola tersebut, terdapat pihak yang aktif melakukan suatu aktifitas tata kelola organisasi yakni SDM sumber daya manusia dan instrumen sebagai obyek tata kelola organisasi berupa suatu sistem. Antara SDM dan sistem sebagai variabel penting dalam suatu organisasi, yang harus berjalan beriringan dengan kondisi yang sinergis. Sifat sinergitas antara SDM dan sistem dalam tata kelola organisasi bersifat urgensif dan mendasar, sebab dengan keduanya tata kelola organisasi memungkinkan organisasi akan dapat berkembang secara beriringan dan berkelanjutan, juga sekaligus akan menentukan kualitas atau mutu suatu organisasi.

 

    Variabel SDM dan sistem dalam suatu organisasi bersifat sebagai dua hal yang saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Semakin tinggi kualitas SDM dan sistem maka organisasi akan semakin berkualitas, sebaliknya semakin rendah kualitas SDM dan sistem maka akan semakin rendah kualitas organisasinya.

 

    SDM dalam suatu organisasi, khususnya pemimpin, sebagai variabel penting dalam suatu organisasi, hal ini terjadi karena pemimpin memiliki karakter bersifat menggerakkan organisasi, dalam hal ini menggerakkan SDM dan sistem sebagai perangkat dalam organisasi.

 

    Suatu organisasi didirikan tentu dengan maksud untuk tetap hidup atau eksis atas keberadaannya dan berkembang dari waktu ke waktu. Mengingat pemimpin bersifat memiliki kemampuan menggerakkan sehingga dalam kapasitas sebagai subyek penggerak sedang yang lain yakni sistem dan anggota sebagai obyek yang harus digerakkan, maka peran pemimpin dalam suatu organisasi sebagai sesuatu yang penting juga sekaligus bersifat menentukan suatu organisasi.

 

    Secara sosiologis, sejak manusia berada dalam suatu kelompok, berkumpul, secara alamiah akan ada orang yang bertindak sebagai pemimpin dan anggota kelompok yang dipimpin. Dalam melaksanakan kepemimpinannya pemimpin termasuk didalamnya menggerakkan anggota, harus menggunakan suatu sistem. Sistem disini sebagai seperangkat nilai yang digunakan untuk menggerakkan organisasi, yang memungkin organisasi bisa digerakkan secara terukur, teratur dan terarah guna pengembangan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.  Arah pencapaian tujuan organisasi harus menggunakan sistem tata kelola organisasi, yakni sistem manajemen organisasi.

 

    Sistem manajemen organisasi yang digunakan dalam pengembangan organisasi guna mencapai tujuan organisasi adalah sistem manajemen yang bersifat efektif, efisien dan transparan. Dalam kaitan dengan fungsi demikian pemimpin harus dapat memilih dan menggerakkan sistem yang baik dan tepat sesuai kebutuhan dalam pengembangan organisasi.

 

    Secara konsep dasar, pemimpin adalah subyek yang memiliki sifat dasar untuk menggerakkan guna mempengaruhi pengembangan organisasi. Dalam perannya menggerakkan dan mempengaruhi organisasi, pemimpin harus mampu memilih sistem pengembangan organisasi yang sesuai perkembangan dan tuntutan situasi, kondisi dan zaman. Sehingga harus dilakukan dengan sistem berdasarkan IPTEK yang bercirikan efisiensi,efektifitas dan transparansi. Dalam kondisi tuntutan demikian, maka pemimpin dalam mengembangkan organisasi harus mampu menggunakan fungsi-fungsi manajemen  secara baik, yakni dengan pendekatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan atau pengendaliannya.

 

    Dalam mengembangkan organisasi yang baik dan modern, telah dilaksanakan sistem-sistem pengembangan organisasi yang diarahkan guna mencapai  baku mutu organisasi yang baik dan modern seperti ISO, akreditasi, zone integritas, reformasi birokrasi, pelayanan terpadu satu pintu, sistem anti suap dan lain lain.

 

    Sistem-sistem pengembangan organisasi tersebut terlaksana secara baik dan konsisten serta disiplin, mengingat sistem-sistem pengembangan organisasi tersebut bersifat sebagai ukuran menentukan kualitas nilai pengembangan organisasi yang secara empiris terbukti akan menentukan kualitas atau mutu pengembangan organisasi. Sehingga pemahaman atas sistem-sistem pengembangan mutu suatu organisasi pada hakikatnya sebagai unsur penting sekaligus bersifat mengandung nilai, sehingga bagi pemimpin sistem-sistem pengembangan organisasi tersebut adalah bersifat sebagai suatu kebutuhan pada kondisi atau standar sebagai kesadaran bukan dalam keterpaksaan bagi SDM dalam organisasi terlebih bagi pemimpin organisasi dalam mengembangkan organisasi.

 

 

    Mengingat sistem-sistem pengembangan organisasi bergitu urgen, maka pemahaman, penguasaan, dan kemampuan dalam melaksanaan sistem-sistem secara baik, tepat, efektif dan efisien harus berjalan secara tersistem, terukur dan teratur, serta disiplin.

 

Pembentukan Budaya Kerja dalam Upaya Mewujudkan Pelayanan Prima pada Manajemen Organisasi

on Thursday, 19 June 2025. Posted in Artikel

Pembentukan Budaya Kerja dalam Upaya Mewujudkan Pelayanan Prima pada Manajemen Organisasi

Oleh :  Dr. Suharjono, S.H., M.Hum.

Ketua Pengadilan Tinggi Banten

 

    Budaya pada hakikatnya sebagai kreasi manusia atau hasil karya manusia yang terus menerus yang menjadi kebiasaan yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangannya terutama ditentukan faktor manusia. Manusia disini sebagai faktor dominan dalam menentukan perkembangan budaya.

    Dalam kaitannya dengan kerja, budaya dapat dimaknai sebagai tata cara, sistem, prosedur atau proses dalam bekerja yang diciptakan manusia dalam bekerja. Sehingga budaya kerja pada hakikatnya sebagai cipta karya manusia dalam bekerja.

    Pada suatu manajemen organisasi, pada lembaga atau institusi atau satuan kerja (SATKER), terdapat suatu tugas dan fungsi TUSI yang sudah jelas, yang bisa sebagai breakdown atau pengewajantahan atau perwujudan dari fungsi2 kelembagaan yang lebih luas dan atas, misal fungsi negara membagi pada pokoknya fungsi eksekutif, fungsi legislatif dan fungsi yudikatif.

    Dari fungsi2 tersebut akan timbul bagi lembaga atau institusi suatu TUSI yang merupakan tugas dan fungsi bagi masing2 lembaga atau institusi. Selain fungsi pada lembaga negara, juga terdapat TUSI pada organisasi swasta, organisasi sosial, keagamaan, kemasyarakatan dan lain2 yang profit maupun non profit.

    Dalam melaksanakan fungsi - fungsi tersebut lembaga  atau organisasi akan berhubungan dengan kepentingan masyarakat yang nota bene memerlukan pelayanan, sehingga lembaga atau organisasi sesuai TUSI nya masing2 bertugas melayani kepentingan masyarakat. Pelayanan yang diberikan harus memenuhi standar produk pelayanan yang berkualitas dengan baku mutu tertentu.

    Dalam melaksanakan TUSI, lembaga atau organisasi yang berupa out put pelayanan masyarakat harus dilakukan secara tersistem pada tata cara, proses dan prosedur, waktu dan biaya terhadap out put produk pelayanan dalam baku mutu tertentu dan kualitas produk pelayanan bersifat melalui kontrol kualitas.

    Dalam hal ini lembaga atau organisasi dalam melaksanakan fungsi pada TUSI nya diharuskan melaksanakan fungsi manajemen yang baik secara keilmuan, dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang baik, agar TUSI dari masing - masing lembaga atau organisasi menghasilkan pelayanan yang prima bagi masyarakat yang ber baku mutu tertentu, yang bersifat tersistem, terukur dan teratur.

     Budaya kerja yang dibentuk oleh lembaga atau organisasi dalam upaya menciptakan produk pelayanan prima yang bersifat tersistem, terukur dan teratur tersebut, harus dilakukan dengan pendekatan keilmuan manajemen dan juga harus mengikuti trend dunia ilmu  pengetahuan dan teknologi IPTEK yang berkembang sangat pesat.

    Kemampuan lembaga mengikuti perkembangan IPTEK bersifat sebagai suatu tuntutan zaman untuk dapat memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat.

    Wujud pelayanan prima  bagi masyarakat harus bersifat obyektif, tersistem, terukur, teratur dan transparan bagi masyarakat luas. Pada dasarnya keterbukaan secara luas harus bersifat transparansi dalam pendekatan IPTEK dengan standar tertentu yang dapat dengan menggunakan teknologi informasi.

    Pendekatan budaya kerja dengan memanfaatkan IPTEK khususnya teknologi infomasi dalam manajemen organisasi harus dilakukan sejak perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Sehingga wujud organisasi dan manajemen modern yang bercirikan efisiensi dan efektivitas akan terlaksana secara nyata dan baik, yang dimulai dari awal pelayanan, proses pelayanan dan akhir pelayanan berupa out produk pelayanan yang prima.

    Untuk mengetahui hasil produk layanan suatu lembaga atau organisasi secara transparan dan obyektif harus diukur melalui pengukuran yang terbuka, tersistem, terukur dan teratur, yang dituntut harus menggunakan TI yang bersifat online, melalui penilaian masyarakat luas dengan menggunakan aplikasi survey online, dengan menggunakan quitioner atau pertanyaan2 yang dapat bersifat memberikan gambaran secara obyektif dan transparan akan budaya kerja dari manajemen organisasi dalam menghasilkan produk layanan yang prima.

    Dengan demikian unsur atau variabel pembentukan budaya kerja merupakan unsur penting dalam mewujudkan layanan produk yang bersifat prima pada suatu lembaga atau organisasi. Sehingga lembaga dituntut untuk membentuk budaya kerja yang tersistem, terukur dan teratur dengan kualitas budaya kerja berbaku mutu yang baik.

    Pada dasarnya budaya kerja yang bersifat menghasilkan produk pelayanan akan berkaitan  dengan TUSI dari suatu lembaga atau organisasi dalam melaksanakan fungsi dari lembaga atau organisasi.  Pada lembaga peradilan sebagai pelaksana fungsi yudikatif, yang memiliki TUSI menerima,memeriksa, memutus dan mengadili suatu perkara harus melakukannya dengan pendekatan sistem manajemen organisasi yang terukur, teratur, tersistem dengan baku mutu tertentu sesuai grand desain lembaga peradilan yang memiliki visi mewujudkan peradilan yang agung.

    Upaya mewujudkan visi  peradilan yang agung, harus dilakukan secara tersistem, terukur dan teratur sesuai standar baku mutu tertentu, dengan pendekatan sistem manajemen organisasi yang baik dan modern serta up to date, dengan memberlakukan azas peradilan sederhana, biaya ringan dan terbuka dengan proses dan prosedur sesuai ketentuan hukum yang berlaku dalam rangka mewujudkan fungsi2 filosofis peradilan berupa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Hal2 tersebut akan terwujud dengan baik apabila apatur peradilan atau anggota masyarakat dapat menggunakan atau memanfaatkan perkembangan IPTEK dengan baik khususnya teknologi informasi, yang saat ini gencar dilakukan oleh lembaga peradilan dengan secara tersistem seperti PTSP, SIPP, e - court, e litigasi, e terang dan aplikasi2 lain pada dunia teknologi informasi, sebagai upaya efisiensi, efektivitas, transparansi dan penyederhanaan proses pelayanan peradilan dengan segala makna pemberlakuan sistem - sistem yang dikembangkan dalam pelayanan prima sebagai upaya mewujudkan  visi lembaga peradilan terwujudnya peradilan yang agung.

 

    Untuk menunjang terwujudnya peradilan yang agung, budaya kerja yang merupakan unsur atau variabel penting dalam pelayanan peradilan telah dikembangkan dan dilaksanakan sistem kontrol manajemen organisasi yang berbaku mutu tertentu dengan sistem - sistem standar manajemen internasional seperti akreditasi, reformasi birokrasi dan zone integritas menuju WBK dan WBBM serta sistem - sistem kontrol MONEV, pengawasan bidang, pengawasan daerah serta sistem - sistem kontrol produk pelayanan seperti MIS, EIS evaluasi implementasi SIPP terhadap TUSI peradilan dan lain2 bentuk kontrol atau evualuasi yang dilakukan secara terukur, teratur dan kontinyu dalam sistem pendekatan manajemen secara menyeluruh dari awal proses pelayanan, selama proses pelayanan dan akhir proses pelayanan untuk mewujudkan pelayanan prima dari suatu manajemen organisasi. Salam Pulau Dewata di Bali, hormat dari Dr.Suharjono, S.H., M.Hum.

Pembelajaran Input Data pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Dalam Kaitannya Dengan Manajemen Resiko

on Tuesday, 03 June 2025. Posted in Artikel

Pembelajaran Input Data pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara ( SIPP) dalam Kaitannya dengan Manajemen Risiko

 

Oleh :  Dr. Suharjono, S.H., M.Hum.

Ketua Pengadilan Tinggi Banten

 

    Suatu aktivitas manajemen organisasi secara alamiah akan terjadi suatu perubahan dan perkembangan. Perubahan terjadi secara naluriah maupun akal ke arah suatu perbaikan-perbaikan. Perbaikan dimaksudkan untuk penyempurnaan sistem yang ada.

    Di era perubahan transformasi budaya kerja dan pola pikir yang sederhana, yang mungkin bersifat serba manual, pendataan secara phisik, cara kerja manual, karena  terpengaruh perkembangan filsafat dan iptek, berubah kearah modern yang serba canggih dengan standar high tecnology.

    Kondisi demikian tentu menuntut perubahan pola pikir dan budaya kerja SDM pada suatu manajemen organisasi. SDM pelaku kerja harus dapat mentransformasi diri ke arah perubahan yang terjadi. Dengan tanpa dapat mengikuti atau menyesuaikan atas perubahan yang terjadi, selain akan terjadi efek bagi diri dan manajemen kinerja juga bisa terjadi efek negatif dari SDM gagal dalam merubah diri menyesuaikan perkembangan iptek dan filsafat yang dapat berakibat terjadinya suatu risiko.

    Kegagalan SDM menstransformasi diri tersebut jika dianalisis penyebabnya adalah banyak hal. Bisa jadi SDM tidak menyambut secara tulus karena sudah merasa nyaman pada kondisi manual, atau bisa jadi SDM memang dalam kondisi sulit untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Kemungkinan lainnya SDM mampu menstransformasi diri tetapi masih dalam kategori rendah karena rendahnya kesadaran akan pentingnya perubahan. Padahal perubahan dari tatanan manajemen organisasi yang serba manual ke teknologi dengan penggunaan aplikasi-aplikasi teknologi informasi sebagai pengganti administrasi manual bersifat pasti terjadi tidak bisa dihindari. Sehingga mau tidak mau SDM pelaku kinerja pada hakikatnya bersifat harus menyesuaikan dan menstransformasi diri dari yang bersifat manual ke teknologi tinggi yakni dengan penggunaan aplikasi teknologi informasi dalam penggunaan administrasi manajemen organisasi.

    Platfom keharusan transformasi diri pada suatu manajemen organisasi belum tentu berjalan sesuai yang direncanakan. Secara observasi obyektif, banyak terjadi kondisi terdapatnya jarak yang cukup menggejala dan membudaya yang bersifat masiv antara das sein dengan das sollennya mengenai transformasi diri tersebut. Hal terjadinya jarak antara kenyataan dengan harapan pada transformasi diri SDM pelaku kinerja pada hakikatnya tidak dapat dijustifikasi kepada SDM sepenuhnya. Hal ini bisa jadi karena sosialisasi-sosialisasi, pelatihan-pelatihan  masih kurang, sementara perubahan teknologi informasi khususnya aplikasi-aplikasi teknologi informasi begitu cepat. Kondisi yang memerlukan penselarasan demikian tentu memerlukan kebijakan-kebijakan semua pihak terkait untuk menyesuaikan diri guna menjembatani jarak antara das sein dengan das sollen.

    Kekurang tepatan atau keharmonisan SDM pelaku kinerja dengan pimpinan pada manajemen organisasi dalam arti mikro dan makro akan dapat mendatangkan dampak yang signifikan dari SDM dan organisasi terkait dengan validitas atau keabsahan produk kinerja dari manajemen organisasi. Validitas tersebut pada hakikatnya bisa bersifat serius karena bisa menyangkut core business dari suatu manajemen organisasi. Sehingga bisa menjadi tolok ukur dari berhasil atau tidaknya organisasi itu menjalankan tugas dan fungsinya. Kekurang berhasilan menjalankan tugas dan fungsi disana sini tanpa disadari akan berakibat secara serius, mendasar dan berat dari sisi manajemen risiko.

    Penerapan teknologi informasi sebagai pengganti administrasi manual akan berkaitan dengan aksesibilitas dan transparansi dari kinerja manajemen organisasi, sehingga bersifat transparan, informatif dan aksesabel. Transparansi aktivitas core business yang termuat pada model-model aplikasi transparansi yang mudah dijangkau oleh masyarakat secara luas karena termuat pada dunia maya, memerlukan kesahihan atau kebenaran kinerja manajemen organisasi, dari awal proses kinerja, saat atau selama proses kinerja dan out produk kinerja, harus memenuhi validitas secara substantif maupun formalitasnya.

    Pengembangan dan penerapan aplikasi-aplikasi teknologi informasi pada manajemen organisasi saat ini begitu semarak dan masiv serta menyeluruh. Hal ini terjadi karena bersifat sebagai tuntutan zaman dan alam,sehingga harus disikapi secara tepat, benar dan professional. Sikap demikian berlaku baik bagi SDM maupun organisasinya, maka kiranya harus menyadari akan hakikat dari suatu aplikasi teknologi informasi dari makna dan akibat dari yang positif dan negatif.

    Penerapan dan pengembangan administrasi perkara di peradilan telah dilakukan dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara atau SIPP atau dengan Case Tracking System atau CTS. Aplikasi SIPP berkembang terus dari versi satu hingga saat ini. Pilot proyek SIPP versi pertama dicanangkan di empat pengadilan negeri yakni PN Bandung, PN Surabaya, PN Palembang dan PN Samarinda. Peresmian SIPP versi pertama dilaksanakan di PN Palembang pada tgl 25 April 2010 oleh Dr. Harifin Tumpa, Ketua Mahkamah Agung. Penulis saat itu selaku Ketua PN Samarinda turut hadir sebagai pengadilan negeri yang diresmikan pilot proyeknya.

    Dari rentang sejarah penerapan SIPP di dunia peradilan sudah puluhan tahun sebagai waktu yang begitu panjang dan telah beberapa kali dilakukan perubahan versi dari versi pertama hingga versi saat ini, dapat dimaknai sebagai upaya serius dunia peradilan dalam upaya menerapkan pengadministrasian elektronik proses peradilan. Namun proses yang panjang, terus menerus tidak serta merta menjamin akan kepastian keberhasilan penerapan dalam ukuran capaian pada tolok ukur dengan standar baku mutu tertentu.

    Terdapatnya kesenjangan antara

 das sein dengan das sollen dalam penerapan SIPP sebagai keprihatinan, terutama bagi SDM di dalamnya dan organisasi. Karena idealnya pada standar tertentu, dalam rentang panjang tersebut sudah terjadi penerapan administrasi elektronik secara minded. SDM pelaku di dalamnya harus menyadari dengan keluasan wawasan dan pandangan bahwa pengadministrasian peradilan sebagai disikapi akan makna dan hakikatnya untuk mewujudkan efektivitas, efisiensi, dan transparansi peradilan yang bersifat sebagai suatu keharusan. Tetapi meskipun telah menerapkan SIPP dengan sejarah panjang, di dunia peradilan masih juga terdapat pengisian administrasi elektronik secara belum lengkap, sehingga pengisian SIPP belum lengkap. Padahal dengan pengisian  total SIPP asal terlaksana dengan baik dan profesional, dengan standar baku mutu tertentu  akan dapat menunjukkan kualitas dunia peradilan yang mendasar, meluas dan mengglobal karena bersifat efektif,efisien, transparan dan profesional.

    Penting disadari belum terjadinya pengisian  SIPP secara total penyebab utamanya SDM pelaksana. Dari pengamatan observasi obyektif, masih terjadi input ke SIPP tidak tepat waktu, keliru, tidak lengkap, tidak  berurutan, kurang profesional, bahkan masih ada yang kurang peduli, bahkan tidak mengerti akan kesalahan- kesalahannya, tidak dilakukan pemegang password, masih ada fitur-fitur atau kolom-kolom yang kosong dan lain-lain, menunjukkan SDM perlu peningkatan kualitas diri, perlu peningkatan dari sisi kedisiplinan, kemampuan, keahlian, kesadaran diri dan kemauan.

    Sebagai kajian observasi obyektif, pada suatu dunia peradilan, terdapat in put perkara oleh admin sudah dinyatakan telah minutasi  dan bahkan sudah dalam proses lama, ternyata pada kontrol otoritas masih menunjukkan belum diminutasi, ternyata setelah diteliti terdapat penggunaan password tidak pada kewenangannya, misal in put penetapan hari sidang, jadwal sidang dan rencana persidangan menggunakan password panitera pengganti. Juga terdapat ketidak lengkapan input data pada fitur atau kolom jadwal sidang, rencana persidangan tidak diisi. Setelah dilakukan sosialisai-sosialisasi masih terdapat ketidaktepatan atau keakuratan input data ke SIPP, bahkan setelah berlaku SIPP versi terbaru setelah dilakukan sosialisai, misalnya masih terdapat pembagian berkas setelah diteliti ternyata masih ada input data yang tidak tepat dan benar, sehingga  masih terdapat kekurangan-kekurangan. Pada SIPP tingkat banding versi terbaru ada fitur atau kolom baru yakni rencana persidangan, maka fitur baru rencana persidangan harus diisi oleh ketua majelis dengan passwordnya atau anggota dengan passwordnya. Pada SIPP versi terbaru tingkat banding, ada 3 kolom yang harus diisi oleh ketua majelis, penetapan hari sidang, rencana persidangan dan jadwal sidang. Ketidak akuratan input data jadwal sidang pada tempat sidang akan berakibat pada status perkara. Jika sudah diisi kolom penetapan hari sidang, akan muncul status perkara sebagai penetapan hari sidang, jika kolom jadwal sidang termasuk tempatnya diisi  secara cermat akan muncul status perkara persidangan. Bisa terjadi ketidakakuratan terutama  pada kolom jadwal sidang yang berlangsung terus menerus terhadap seluruh perkara yang ditangani, yang dalam status perkara tetap pada  penetapan hari sidang meski sudah berlangsung hari sidang,padahal jika input data akurat status perkaranya adalah persidangan bukan lagi penetapan hari sidang. Bahkan bisa saja terjadi seseorang akan menanyakan status perkembangan penanganan perkara dengan datang ke petugas PTSP, sewaktu dibuka oleh petugas PTSP, perkara yang telah ditetapkan persidangan pada tanggal dan bulan sebelumnya padahal waktu dicek pada bulan berikutnya tidak jelas statusnya pada SIPP, karena tidak ada data input data penundaan ke SIPP.

    Dari kajian atau telaah data SIPP tersebut menunjukkan input data ke SIPP secara, tepat,lengkap, akurat dan profesional amat penting,bahkan setelah SIPP versi terkini tingkat banding,  untuk proses perkara secara e court bisa berakibat hal tertentu yang serius, meski untuk proses secara manualnya tidak seserius pada proses e court. Oleh karena terdapat perbedaan hakikat dan sifat proses pekara secara manual dengan e court, maka input data pada e court, terutama harus dilakukan secara profesional dengan pendekatan keilmuan manajemen, karena input data ke SIPP bersifat penting dan urgen. Mengingat SIPP bersifat aksesebel dan transparansif, yang dengan mudah dapat diakses masyarakat secara luas secara transparan, maka akan dapat berakibat serius jika tidak dilakukan input data secara lengkap, akurat, valid dan profesional, juga bisa berakibat terjadi risiko-risiko baik faktual maupun yuridis yang bisa bersinggungan atau terkait dengan masalah manajemen risiko.

    Dari pendekatan manajemen risiko, atas risiko-risiki yang bisa terjadi akibat input data ke SIPP tidak tepat, tidak akurat, tidak lengkap, tidak valid, tidak lengkap, tidak profesional, harus dilakukan perhitungan risiko, pemetaan risiko, kemudian dilakukan kajian-kajian pada identifikasi risiko, analisis risiko, penetapan level risiko, dan penting pula mitigasi risiko.

 

    Langkah2 pendekatan manajemen risiko pada input data SIPP pada organisasi modern bersifat penting dan mendasar, agar dapat diperhitungkan risiko-risiko sebelumnya, sehingga dapat diminimalisir terjadinya risiko. Pemetaan risiko pada input data SIPP akan memudahkan pada bagian mana risiko-risiko biasanya terjadi dan apa penyebab risiko itu terjadi. Pada identifikasi risiko, akan dapat diidentikasi risiko-risiko apa saja yang timbul dan pada bagian apa atau mana penyebab input data ke SIPP yang menimbulkan risiko, apakah pada input data pada kolom-kolom  penetapan majelis hakim, penunjukkan panitera pengganti, penetapan hari sidang dan masing-masing dengan perubahannya,rencana persidangan, jadwal sidang, pertimbangan hukum dan amar putusan dan lain-lain. Masing-masing kolom tersebut jika tidak diisi dengan baik,lengkap, akurat, valid, profesional, akan dapat menimbulkan risiko-risiko, terlebih lebih aplikasi SIPP bersifat aksesebel, transparan dan masiv. Atas risiko yang terjadi dilakukan analisis risiko, untuk mengetahui risiko-risiko tersebut dalam kualitas apa dan bagaimana, agar dapat dilakukan treatmen yang baik untuk mengatasi atau memberi solusi, begitu juga perlu dilakukan penentuan level risiko untuk dapat mengategorikan tingkat risiko yang dihadapi dan solusinya. Untuk memperkecil atau meminimalisasi risiko yang terjadi perlu dilakukan mitigasi risiko, apalagi di era e court, e litigasi akan menjadi bersifat penting dan urgen.

Klik untuk mendengarkan teks yang sudah di blok Pendukung Untuk Pengguna Difabel